Pendahuluan
Analisa laporan
keuangan sering digunakan oleh Investor maupun kreditur yang pada intinya
untuk: 1) meramalkan jumlah pengembalian yang akan diterima dan 2)
memepertimbangkan risiko yang berkaitan dengan pengembalian tersebut. Lingkup
pembahasan analisa laporan keuangan pada tulisan ini ditujukan kepada Analis di
bank.
Untuk bank, analisa
laporan keuangan merupakan bagian dari analisa pembiayaan dan digunakan
terutama untuk mengetahui antara lain: 1) kinerja perusahaan pada masa lalu dan
sekarang, 2) meramalkan kemampuan membayar (ability to pay) dan 3)
meramalkan risiko yang muncul.
Tujuan akhir dari
analisa laporan keuangan haruslah dapat menghasilkan informasi yang penting
sebagai salah satu dasar pertimbangan bagi
pemutus pembiayaan di bank.
Apa dan
Bagaimana Analisa Laporan Keuangan
Analisa laporan
keuangan adalah evaluasi kondisi keuangan pada masa lalu, sekarang dan untuk
meramalkan kondisi keuangan di masa depan melalui rasio keuangan yang diperoleh
dari Laporan Keuangan (Laporan Neraca,
Rugi/laba serta Arus Kas) dengan menggunakan kerangka analisis yang sistematis.
Tujuan analisa laporan keuangan itu sendiri pada akhirnya diharapkan dapat
mendeteksi keberhasilan maupun permasalahan
serta faktor yang menimbulkan
keberhasilan maupun permasalahan tersebut.
Sebelum melakukan
analisa laporan keuangan, analis perlu menetapkan tujuan analisanya agar proses
analisa berjalan efektif. Dan cara yang efektif adalah tujuan analisa laporan
keuangan sebaiknya dikaitkan dengan tujuan permohonan pembiayaannya.
Objek Analisa
Laporan keuangan
Saat kita melakukan
pengukuran terhadap laporan keuangan selalu digunakan analisa perbandingan,
analisa common size dan analisa trend. Pada prakteknya seorang analis
memakai semua jenis analisa tersebut agar diperoleh hasil analisa yang tajam.
a.
Analisa Common
Size
Analisa common size adalah analisa untuk melihat kewajaran pos atau rasio
yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan dibandingkan dengan pos atau
rasio rata-rata industri sejenis. Data rasio rata-rata industri di Indonesia
sulit sekali diperoleh sehingga analis membandingkan kewajaran pos atau rasio
pada tahun tertentu dibandingkan dengan pos atau rasio pada tahun sebelumnya
ditambah dengan informasi dari pemilik perusahaan terutama yang berhubungan
dengan manajemen aktiva dan investasi serta keuangannya.
b.
Analisa Trend
Meliputi pengamatan dari perkembangan angka rasio selama periode tertentu
apakah trend rasio naik ataupun turun sehinga kita dapat peroleh informasi perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu.
Analisa trend yang dikenal adalah analisa horizontal sehingga kita dapat
melihat pertumbuhan atau perubahan pad pos atau rasio tertentu.
c.
Analisa Rasio
Analisa rasio adalah analisa terhadap perbandingan angka pada pos neraca
dengan pos neraca lainnya, pos rugi laba dengan pos rugi laba lainnya atau
kombinasi dari keduanya yaitu perbandingan angka pada pos rugi laba dengan pos
neraca. Rasio tesebut membentuk rasio keuangan sehingga informasi laporan
keuangan lebih berguna.
Analisa terhadap
laporan keuangan secara garis besar terbagai atas 3 (tiga) bagian ukuran,
yaitu:
1.
Ukuran Kinerja
(performance measure)
Terdiri dari dua perangkat rasio yaitu: rasio profitabilitas
(profitability ratio) dan rasio pertumbuhan (growth ratio)
2.
Ukuran efisiensi
operasi (operating efficiency measure)
Terdiri dari dua perangkat rasio yaitu: Manajemen aktiva dan investasi
(asset and investment management) dan manajemen biaya (cost management)
3.
Ukuran Kebijakan
Keuangan (financial policy measure)
Terdiri dari dua perangkat rasio yaitu: rasio leverage (leverage ratio)
dan rasio likuiditas ( liquidity ratio)
a.
Rasio
Profitabilitas
Rasio profitabilitas mengukur efektivitas kebijakan manajemen secara
keseluruhan. Tingkat produksi, pemasaran, dan kebijakan keuangan seluruhnya
akan mempengaruhi tingkat laba yang dihasilkan. Rasio profitabilitas dapat
diambil dari rugi-laba saja (misalnya: profit margin), atau harus diambil dari
rugi-laba dan neraca (misalnya: ROA, ROE). Rasio dianalisa dalam beberapa
periode untuk melihat perkembangan trendnya.
1.
Laba Operasi
Bersih Terhadap Penjualan (Net Profit Operation)
= Penjualan – (HPP+ By. Umum & Adm) = (%)
Penjualan
2.
Laba Bersih
Terhadap Total Aktiva (ROI)
= Laba Bersih = (%)
Total Aktiva
3.
Laba Bersih
Terhadap Total Modal (ROE)
= Laba Bersih = (%)
Total Modal
4.
Laba Bersih
Terhadap Penjualan (Profit Margin)
= Laba Bersih = (%)
Penjualan
b.
Rasio
Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan mengukur sebaik apa perusahaan mempertahankan posisi
ekonomis di dalam industrinya. Tingkat pertumbuhan ini diukur dari satu periode
pengukuran sebelumnya, sehingga antara periode yang satu ke periode berikutnya
bersifat relatif. Tingakt pertumbuhan yang akan kita ukur ada tiga yaitu:
pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba operasih bersih dan pertumbuhan laba
bersih.
1.
Pertumbuhan
Penjualan (growth sales)
= Penjualan ke (n) – Penjualan ke (n-1) = (%)
Penjualan ke (n-1)
2.
Pertumbuhan Laba
Operasi Bersih (LOB)
= LOB ke (n) – LOB ke (n-1) = (%)
LOB ke (n-1)
3.
Pertumbuhan Laba
Bersih (LB)
= LB ke (n) – LB ke (n-1) = (%)
LB ke (n-1)
Keterangan:
n = satu periode sekarang
n-1 = saru periode yang
lalu
c.
Ukuran Efisiensi
Operasi
1.
Manajemen Aktiva
& Investasi
Disebut juga rasio aktivitas atau rasio perputaran, tujuannya adalah
mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan investasi dan sumber daya
ekonomis dalam kekuasaannya. Pencapaian penjualan yang menguntungkan memerlukan
pelaksanaan investasi yang sehat.
a.
Perputaran
Persediaan (ITO)
Persediaan x 360 = (hari)
Harga Pokok Penjualan
b.
Perputaran
piutang (ATO)
Piutang x 360 = (hari)
Penjualan
c.
Perputaran
Aktiva Tetap (FATO)
Penjualan = (X kali )
Aktiva Tetap
d.
Perputaran Total
Aktiva
Penjualan = (X kali )
Total Aktiva
e.
Perputaran Total
Modal
Penjualan = (X kali )
Total Modal
2.
Manajemen Biaya
Dua hal yang penting untuk mencapai operasi yang efisien adalah mengelola
investasi dengan baik dan mengendalikan biaya dengan efektif. Kebanyakan
perusahaan bisnis tidak menyediakan banyak rincian biaya dalam laporan tahunan
mereka. Rincian biaya dianggap informasi kompetitif yang penting, sehingga kita
pakai gabungan dari berbagai biaya.
·
Margin Laba
Kotor
(Penjualan – HPP) = (%)
Penjualan
·
Beban pemasaran
& Administrasi terhadap penjualan
Biaya Pemasaran & Adm = (%)
Penjualan
d.
Ukuran Kebijakan
Keuangan
Terdiri dari dua jenis rasio utama yaitu rasio-rasio leverage yang
mengukur sebatas mana total aktiva dibiayai oleh pemilik jika dibandingkan
dengan pembiayaan yang disediakan kreditur. Kedua adalah rasio-rasio likuiditas
yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang
jatuh tempo
1.
Rasio Leverage
Rasio-rasio Leverage memeliki sejumlah
implikasi, yaitu:
·
Para kreditur
memandang modal (ekuitas) sebagai suatu pelindung atau basis penggunaan hutang.
Jika pemilik hanya menyediakan sebagian kecil dari pembiayaan total, resiko
perusahaan sebagian besar ditanggung kreditur.
·
Dengan mengumpulkan
dana melalui hutang, pemilik memperoleh manfaat dari memegang kendali atas
perusahaan dengan komitmen terbatas.
·
Penggunaan
hutang dengan tingkat pengembalian yang tetap dapat memperbesar maupun kerugian
pemilik.
a.
Faktor Leverage
Total aktiva = (X)
Total Modal
Rasio ini mengukur sejauhmana investasi pemegang saham diperbesar oleh
penggunaan hutang dalam membiayai total aktiva. Disini pembiayaan aktiva kita
bedakanmenjadi tiga jenis sumber pembiayaan yaitu :
·
Ekuitas/modal
pemegang saham
·
Hutang berbeban
bunga (Hutang bank, Obligasi dll)
·
Hutang tanpa
beban bunga (Hutang pajak, Hutang dari supplier.
b.
Rasio Hutang
berbeban Bungan terhadap Modal (Debt Equity Ratio/DER)
Hutang berbeban bunga = (X)
Total
Modal
c. Rasio Penutupan Bunga (Interest Coverage
ratio)
Laba Sebelum Bunga & Pajak (EBIT) = (X)
Beban bunga
2)
Rasio Likuiditas
a). Rasio Lancar (Current Ratio)
Aktiva Lancar = (X)
Hutang Lancar
b). Rasio Cair (Quick Ratio)
(Aktiva Lancar-Persediaan) = (X)
Hutang Lancar
c). Kas Rasio (Cash Ratio )
K a s = (%)
Hutang Lancar
d). Modal Kerja Bersih (Net Working
Capital)
Aktiva Lancar – Hutang Lancar =
(juta)
Mengukur Kinerja
Keuangan Dengan Model Dupont
Konsep dasar analisa
dupont adalah bahwa laporan Neraca dengan Rugi laba punya hubungan yang saling
terkait sehingga ketika mengevaluasi pos pada neraca maka kita perlu juga
memperhatikan pos pada rugi laba.
Sehingga dengan analisa
Dupont kita dapat sekaligus melihat profitabilitas dan efektifitas manajemen
dalam pengelolaan asset sekaligus menilai kebijakan keuangan untuk pendanaan
asset.

Skema Hubungan Neraca dan Rugi
Laba
Untuk menggunakan
analisa Dupont diperlukan data keuangan minimal dua periode, data rata-rata
industri untuk bahan perbandingan kinerja perusahaan. Namun bila tidak ada data
rata-rata industri, analisa Dupont bisa menjelaskan perkembangan kinerja
keuangan pada dua periode tersebut, untuk menjelaskan sebab-sebab kinerja
membaik atau memburuk.
Prosedur Analisa
Laporan Keuangan
1.
Memahami
kegiatan perusahaan (nature bisnis). Pemahaman ini bisa dimulai dengan
mempelajari laporan keuangan untuk memperoleh gambaran umum antara lain: besar
perusahaan, produk yang dijual/dihasilkan. Lebih baik lagi jika bisa diperoleh
laporan keuangan tahun sebelumnya dan angka rata-rata industri sebagai bahan
pembanding.
2.
Input data-data
laporan keuangan ke dalam spreadsheet model Dupont. Bandingkan ROE perusahaan
dengan rata-rata industri, dan upayakan mencari sebab-sebab kinerja perusahaan
berbeda dengan rata-rata industri, atau mengandung trend menurun. ROE naik
kalau DER naik (total modal turun) atau ROA meningkat.
3.
Perubahan DER
menyangkut kebijakan hutang dan perubahan ROA menyangkut efektivitas
pengelolaan aktiva. Hutang dapat diteliti lebih lanjut pada perkembangan pos
hutang misalnya hutang dagang, kredit investasi, modal kerja dan sebagainya.
Bandingkkan dengan rata-rata industri atau data tahun lalu.
4.
ROA naik atau
turun tergantung dari perubahan profitabilitas dan perputaran. Apakah
perusahaan mempunya masalah dalam profitabilitas atau mempunyai masalah
manajemen aktiva, atau keduanya.
5.
Profitabilitas
menyangkut profit margin, yang selanjutnya tergantung dari laba dan penjualan,
harga jual dan harga pokok penjualan, biaya operasi dan lain sebagainya.
6.
Manajemen aktiva
menyangkut perputaran aktiva (total asset turn over), dimana unsur-unsurnya
bisa diteliti lebih lanjut seperti misalnya perputaran piutang, perputaran
persediaan, perputaran aktiva tetapdan sebagainuya.
7.
Analisa
likuiditas perusahaan dengan menggunakan current ratio dan quick ratio. Lihat
trendnya dan bandingkan dengan rata-rata industri.
8.
Interpretasikan
analisa yang sudah dilakukan, susun uraian permasalahan sehingga jelas penyebab
timbulnya masalah dan cara mengatasinya, maupun pembawa keberhasilan perusahaan
untuk dapat dipertahankan dan ditingkatkan keberhasilannya. Uraian mencakup
kondisi keuangan, kinerja, tingkat profitabilitas, manajemen aktiva, manajemen
hutang, dana analisa likuiditas.
Materi Tambahan:
Prinsip-Prinsip Pembiayaan Yang Sehat
Karena analisa laporan
keuangan bagian dari analisa pembiayaan bank maka akan diperkenalkan juga
prinsip-prinsip pembiayaan yang sehat.
Tujuan pemberian
pembiayaan bagi bank adalah untuk memperoleh keuntungan (margin/bagi hasil) dan
memperoleh kembali pokok pembiayaan yang diberikan. Oleh karena itu
prinsip-prinsip pembiayaan yang sehat harus memberikan penekanan analisa pada
kemampuan nasabah untuk mencicil atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan
jangka waktu yang ditetapkan.
Ada 4 (empat) prinsip
utama dalam analisa pembiayaan sehat, yaitu:
1.
Tujuan
Pembiayaan (Purpose)
2.
Jumlah
Pembiayaan (Amount)
3.
Sumber
Pengembalian (Repayment)
4.
Jangka Waktu
Pembiayaan (Term)
Prinsip-prinsip
pembiayaan tersebut sering disingkat “PART”
1.
Tujuan
Pembiayaan (Purpose)
Pembiayaan bermasalah umumnya bermula karena tidak jelasnya tujuan
pembiayaan, sehingga terjadi penyalahgunaan dana atau pembiayaan yang diberikan
tidak digunakan untuk tujuan yang sebenarnya (side streaming). Jika terjadi side
streaming berarti seluruh resiko yang terjadi sama sekali belum diperhitungkan, padahal konsep dasar
yang benar adalah bank hanya mengambil resiko yang diperhitungkan (take only
calculate risks).
Pada dasarnya ada 2 (dua) jenis kebutuhan pembiayaan yaitu Modal Kerja dan
Investasi. Untuk modal kerja, ada 2 (dua) jenis kebutuhan :
1.
Kebutuhan Modal
kerja yang muncul bersifat musiman (seasonal). Siklus musiman biasanya terjadi
pada usaha-usaha yang permintaan produknya meningkat pada musim-musim tertentu,
misalnya pada saat lebaran, natal dan tahun baru. Pembiayaan Bank pada
masa-masa ini sangat dibutuhkan oleh nasabah untuk membeli persediaan dalam
jumlah lebih banyak dan membiayai piutang dagang yang biasanya juga
meningkat.
2.
Kebutuhan modal
kerja yang bersifat permanen. Untuk siklus yang bersifat pemanen, biasanya
terjadi pada usaha yang senantiasa membutuhkan diversifikasi produk, ekspansi
usaha atau perubahan strategi pemasaran. Key pointnya adalah peningkatan
penjualan yang konsisten (adanya pertumbuhan).
Sedangkan untuk investasi, ada 3 (tiga) jenis kebutuhan yaitu (1)
peningkatan volume produksi (2) diversifikasi usaha (3) peremajaan aktiva tetap
(fixed asset).
Jika analis telah dapat mengidentifikasi secara jelas tujuan pembiayaan
calon nasabah, maka arah analisa akan
lebih jelas.
2.
Jumlah
Pembiayaan (Amount)
Penetapan jumlah pembiayaan harus konsisten dengan tujuan pembiayaan yang
diberikan. Besaran yang diberikan harus realistis, tidak terjadi
kelebihan atau kekurangan pembiayaan. Terutama untuk perhitungan pembiayaan
modal kerja, bila jumlah pembiayaan yang diberikan tidak sesuai dengan
kebutuhan modal kerja yang sebenarnya akan berakibat pada 2 hal yaitu : bila
terjadi kekurangan dapat mengakibatkan rencana usaha nasabah tidak berjalan
atau kurang optimal, sedangkan bila terjadi kelebihan jumlah pembiayaan akan
mengakibatkan side streaming sehingga nantinya dapat mengganggu
kelancaran pengembalian pembiayaan nasabah.
3.
Sumber
Pengembalian (Repayment)
Analisa sumber pengembalian merupakan dasar dalam menentukan kelayakan
pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan harus didasari oleh suatu keyakinan akan
adanya sumber pengembalian yang dapat diharapkan dan diamankan sehingga
kepentingan bank senantiasa terlindungi. Sumber pengembalian pembiayaan pada
dasarnya harus berasal dari investasi atau penggunaan dana yang diberikan oleh
bank kepada nasabah.
4.
Jangka Waktu
Pembiayaan (Term)
Penetapan jangka waktu pembiayaan harus disesuaikan dengan tujuan pembiayaan
dan pola arus kas dari usaha nasabah. Jangka waktu pembiayaan yang diberikan
Bank dapat dikelompokkan menjadi jangka pendek (short term), jangka menengah
(medium term) dan jangka panjang (long term).
Dari keempat prinsip
pembiayaan diatas, dikembangkanlah suatu logika pembiayaan yang sehat (lending
rationale). Bahwa setiap tujuan penggunaan pembiayaan harus selalu dikaitkan
dengan jenis aktiva yang dibiayai.


Ada 3 jenis aktiva yang
dapat dibiayai yaitu aktiva tetap (fixed asset), aktiva lancar permanen
(permanent current asset), dan aktiva lancar fluktuatif (fluktuatif current
asset).

Dari tiga jenis aktiva
tersebut diletakkan 3 dasar pemikiran dalam memberikan pembiayaan (Leanding
Rationales) yaitu:
1.
Asset Conversion
Lending.
Dasar pemikiran ini dipakai bila bank membiayai kebutuhan jangka pendek
yang sifatnya sementara. Sesuai namanya, ini dipakai untuk membiayai Asset/Cash
Conversion Cycle (Siklus Konversi Asset/Kas). Jenis aktiva yang dibiayai
adalah Fluktuative Current Asset.
Bila bank memberikan pembiayaan dengan pemikian Asset Conversion Lending, bank ingin agar seluruh pokok
pembiayaan dilunasi pada akhir periode. Sumber pengembalian (Source of
Repayment) pinjaman berasal dari terselesaikannya siklus konversi tersebut
(completion of asset conversion cycle).
Dengan perkataan lain, pada asset conversion lending, kita
memberikan Self Liquidating Loan, yaitu pinjaman yang akan lunas dengan
sendirinya seiring dengan selesainya suatu siklus atau persyaratan tertentu.
2.
Asset Protection Lending.
Dalam pemberian pembiayaan berdasarkan pemikiran ini, bank tidak
mengharapkan pokok pembiayaan akan lunas di akhir periode. Hal itu karena dalam
Asset Protection Lending kita membiayai Permanent Current Asset.
Pinjaman ini bersifat revolving yang mungkin dapat menjadi evergreen
loan (pinjaman yang terus-menerus). Pemikian ini mengikuti prinsip
akuntansi going concern yaitu suatu bisnis akan terus berlangsung.
Sumber pengembalian pinjaman ini (Source of Repayment) berasal dari
penurunan tingkat Permanent Current Asset. Hal tersebut umumnya berarti
penurunan pada tingkat penjualan, karena seperti yang telah dibahas, beberapa
pos terbesar dari Aktiva Lancar umumnya dalah Variable Asset yang
memiliki korelasi positif dengan tingkat penjualan, seperti persediaan barang
dan piutang dagang. Sumber pelunasan yang lain tentu saja berasal dari dana
segar pimilik bisnis, misalnya dengan penyetoran modal tambahan yang merupakan
dana segar untuk perusahaan (bisnis).
Dalam pemberian pinjaman ini, sejauh debitor dapat memenuhi pembayaran
kewajiban (bagi hasil) dengan teratur, hal tersebut telah mencukupi. Kita tidak
perlu memusingkan pengembalian pokoknya.
3.
Cashflow Lending.
Adalah fasilitas jangka menengah dan jangka panjang untuk membiayai modal
kerja permanen dan aktifitas investasi nasabah. Peningkatan modal kerja
permanen biasanya merupakan akibat dari kegiatan investasi nasabah. Penambahan
fixed asset atau adanya aktifitas capital expenditure (biaya modal) biasanya didasari dengan
rencana peningkatan volume penjualan atau ekspansi usaha.
Kemampuan perusahaan menghasilkan profit menjadi ukuran utama dalam
menilai kelayakan rencana nasabah. Profit yang dihasilkan harus dianalisa
berdasarkan data historis dan juga diproyeksikan di masa mendatang.
Proteksi bagi bank adalah bial
ada kestabilan profit yang dihasilkan selama masa pembiayaan. Sedangkan
pengembalian fasilitas ini harus disesuaikan dengan kemampuan arus kas nasabah
(financing payment).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar