Senin, 14 Mei 2012

Analisa Laporan Keuangan


Pendahuluan

Analisa laporan keuangan sering digunakan oleh Investor maupun kreditur yang pada intinya untuk: 1) meramalkan jumlah pengembalian yang akan diterima dan 2) memepertimbangkan risiko yang berkaitan dengan pengembalian tersebut. Lingkup pembahasan analisa laporan keuangan pada tulisan ini ditujukan kepada Analis di bank.

Untuk bank, analisa laporan keuangan merupakan bagian dari analisa pembiayaan dan digunakan terutama untuk mengetahui antara lain: 1) kinerja perusahaan pada masa lalu dan sekarang, 2) meramalkan kemampuan membayar (ability to pay) dan 3) meramalkan risiko yang muncul.

Tujuan akhir dari analisa laporan keuangan haruslah dapat menghasilkan informasi yang penting sebagai salah satu dasar pertimbangan bagi  pemutus pembiayaan di bank.


Apa dan Bagaimana Analisa Laporan Keuangan

Analisa laporan keuangan adalah evaluasi kondisi keuangan pada masa lalu, sekarang dan untuk meramalkan kondisi keuangan di masa depan melalui rasio keuangan yang diperoleh dari Laporan Keuangan (Laporan  Neraca, Rugi/laba serta Arus Kas) dengan menggunakan kerangka analisis yang sistematis. Tujuan analisa laporan keuangan itu sendiri pada akhirnya diharapkan dapat mendeteksi keberhasilan maupun permasalahan  serta faktor yang menimbulkan  keberhasilan maupun permasalahan tersebut.

Sebelum melakukan analisa laporan keuangan, analis perlu menetapkan tujuan analisanya agar proses analisa berjalan efektif. Dan cara yang efektif adalah tujuan analisa laporan keuangan sebaiknya dikaitkan dengan tujuan permohonan pembiayaannya.

Objek Analisa Laporan keuangan

Saat kita melakukan pengukuran terhadap laporan keuangan selalu digunakan analisa perbandingan, analisa common size dan analisa trend. Pada prakteknya seorang analis memakai semua jenis analisa tersebut agar diperoleh hasil analisa yang tajam.

a.       Analisa Common Size
Analisa common size adalah analisa untuk melihat kewajaran pos atau rasio yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan dibandingkan dengan pos atau rasio rata-rata industri sejenis. Data rasio rata-rata industri di Indonesia sulit sekali diperoleh sehingga analis membandingkan kewajaran pos atau rasio pada tahun tertentu dibandingkan dengan pos atau rasio pada tahun sebelumnya ditambah dengan informasi dari pemilik perusahaan terutama yang berhubungan dengan manajemen aktiva dan investasi serta keuangannya. 



b.      Analisa Trend
Meliputi pengamatan dari perkembangan angka rasio selama periode tertentu apakah trend rasio naik ataupun turun sehinga kita dapat peroleh informasi  perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu. Analisa trend yang dikenal adalah analisa horizontal sehingga kita dapat melihat pertumbuhan atau perubahan pad pos atau rasio tertentu.

c.       Analisa Rasio
Analisa rasio adalah analisa terhadap perbandingan angka pada pos neraca dengan pos neraca lainnya, pos rugi laba dengan pos rugi laba lainnya atau kombinasi dari keduanya yaitu perbandingan angka pada pos rugi laba dengan pos neraca. Rasio tesebut membentuk rasio keuangan sehingga informasi laporan keuangan lebih berguna. 


Analisa terhadap laporan keuangan secara garis besar terbagai atas 3 (tiga) bagian ukuran, yaitu:
1.      Ukuran Kinerja (performance measure)
Terdiri dari dua perangkat rasio yaitu: rasio profitabilitas (profitability ratio) dan rasio pertumbuhan (growth ratio)
2.      Ukuran efisiensi operasi (operating efficiency measure)
Terdiri dari dua perangkat rasio yaitu: Manajemen aktiva dan investasi (asset and investment management) dan manajemen biaya (cost management)
3.      Ukuran Kebijakan Keuangan (financial policy measure)
Terdiri dari dua perangkat rasio yaitu: rasio leverage (leverage ratio) dan rasio likuiditas ( liquidity ratio)

a.       Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas mengukur efektivitas kebijakan manajemen secara keseluruhan. Tingkat produksi, pemasaran, dan kebijakan keuangan seluruhnya akan mempengaruhi tingkat laba yang dihasilkan. Rasio profitabilitas dapat diambil dari rugi-laba saja (misalnya: profit margin), atau harus diambil dari rugi-laba dan neraca (misalnya: ROA, ROE). Rasio dianalisa dalam beberapa periode untuk melihat perkembangan trendnya.
                                    1.      Laba Operasi Bersih Terhadap Penjualan (Net Profit Operation)
= Penjualan – (HPP+ By. Umum & Adm) = (%)
                          Penjualan
                                    2.      Laba Bersih Terhadap Total Aktiva (ROI)
= Laba Bersih = (%)
  Total Aktiva
                                    3.      Laba Bersih Terhadap Total Modal (ROE)
= Laba Bersih = (%)
   Total Modal
                                    4.      Laba Bersih Terhadap Penjualan (Profit Margin)
= Laba Bersih = (%)
   Penjualan

b.      Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan mengukur sebaik apa perusahaan mempertahankan posisi ekonomis di dalam industrinya. Tingkat pertumbuhan ini diukur dari satu periode pengukuran sebelumnya, sehingga antara periode yang satu ke periode berikutnya bersifat relatif. Tingakt pertumbuhan yang akan kita ukur ada tiga yaitu: pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba operasih bersih dan pertumbuhan laba bersih.
                                    1.      Pertumbuhan Penjualan (growth sales)
= Penjualan ke (n) – Penjualan ke (n-1) = (%)
                          Penjualan ke (n-1)
                                    2.      Pertumbuhan Laba Operasi Bersih (LOB)
= LOB ke (n) – LOB ke (n-1) = (%)
               LOB ke (n-1)
                                    3.      Pertumbuhan Laba Bersih (LB)
= LB ke (n) – LB ke (n-1) = (%)
               LB ke (n-1)
            Keterangan:
            n    = satu periode sekarang
            n-1 = saru periode yang lalu

c.       Ukuran Efisiensi Operasi
                                    1.      Manajemen Aktiva & Investasi
Disebut juga rasio aktivitas atau rasio perputaran, tujuannya adalah mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan investasi dan sumber daya ekonomis dalam kekuasaannya. Pencapaian penjualan yang menguntungkan memerlukan pelaksanaan investasi yang sehat.

a.       Perputaran Persediaan (ITO)
       Persediaan x 360        = (hari)
  Harga Pokok Penjualan
b.      Perputaran piutang (ATO)
     Piutang x 360        = (hari)
       Penjualan
c.       Perputaran Aktiva Tetap (FATO)
      Penjualan        =   (X kali )
   Aktiva Tetap
d.      Perputaran Total Aktiva
     Penjualan        =   (X kali )
   Total Aktiva
e.       Perputaran Total Modal
    Penjualan        =   (X kali )
   Total Modal

                                    2.      Manajemen Biaya
Dua hal yang penting untuk mencapai operasi yang efisien adalah mengelola investasi dengan baik dan mengendalikan biaya dengan efektif. Kebanyakan perusahaan bisnis tidak menyediakan banyak rincian biaya dalam laporan tahunan mereka. Rincian biaya dianggap informasi kompetitif yang penting, sehingga kita pakai gabungan dari berbagai biaya.
·         Margin Laba Kotor
(Penjualan – HPP)  = (%)
       Penjualan
·         Beban pemasaran & Administrasi terhadap penjualan
Biaya Pemasaran & Adm  = (%)
       Penjualan      

d.      Ukuran Kebijakan Keuangan
Terdiri dari dua jenis rasio utama yaitu rasio-rasio leverage yang mengukur sebatas mana total aktiva dibiayai oleh pemilik jika dibandingkan dengan pembiayaan yang disediakan kreditur. Kedua adalah rasio-rasio likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang jatuh tempo
                                    1.      Rasio Leverage
Rasio-rasio Leverage  memeliki sejumlah implikasi, yaitu:
·         Para kreditur memandang modal (ekuitas) sebagai suatu pelindung atau basis penggunaan hutang. Jika pemilik hanya menyediakan sebagian kecil dari pembiayaan total, resiko perusahaan sebagian besar ditanggung kreditur.
·         Dengan mengumpulkan dana melalui hutang, pemilik memperoleh manfaat dari memegang kendali atas perusahaan dengan komitmen terbatas.
·         Penggunaan hutang dengan tingkat pengembalian yang tetap dapat memperbesar maupun kerugian pemilik.


a.       Faktor Leverage
Total aktiva  = (X)
         Total Modal

Rasio ini mengukur sejauhmana investasi pemegang saham diperbesar oleh penggunaan hutang dalam membiayai total aktiva. Disini pembiayaan aktiva kita bedakanmenjadi tiga jenis sumber pembiayaan yaitu :
·         Ekuitas/modal pemegang saham
·         Hutang berbeban bunga (Hutang bank, Obligasi dll)
·         Hutang tanpa beban bunga (Hutang pajak, Hutang dari supplier.

b.      Rasio Hutang berbeban Bungan terhadap Modal (Debt Equity Ratio/DER)
Hutang berbeban bunga  = (X)
               Total Modal
  c.    Rasio Penutupan Bunga (Interest Coverage ratio)
Laba Sebelum Bunga & Pajak (EBIT)  = (X)
                     Beban bunga

2)      Rasio Likuiditas
a).  Rasio Lancar (Current Ratio)
Aktiva Lancar  = (X)
Hutang Lancar


b).  Rasio Cair (Quick Ratio)
       (Aktiva Lancar-Persediaan)  = (X)
                Hutang Lancar

c).  Kas Rasio (Cash Ratio )
K a s             = (%)
       Hutang Lancar

d).  Modal Kerja Bersih (Net Working Capital)
     Aktiva Lancar – Hutang Lancar = (juta)


Mengukur Kinerja Keuangan Dengan Model Dupont

Konsep dasar analisa dupont adalah bahwa laporan Neraca dengan Rugi laba punya hubungan yang saling terkait sehingga ketika mengevaluasi pos pada neraca maka kita perlu juga memperhatikan pos pada rugi laba.

Sehingga dengan analisa Dupont kita dapat sekaligus melihat profitabilitas dan efektifitas manajemen dalam pengelolaan asset sekaligus menilai kebijakan keuangan untuk pendanaan asset.
                                   












                                    Skema Hubungan Neraca dan Rugi Laba

Untuk menggunakan analisa Dupont diperlukan data keuangan minimal dua periode, data rata-rata industri untuk bahan perbandingan kinerja perusahaan. Namun bila tidak ada data rata-rata industri, analisa Dupont bisa menjelaskan perkembangan kinerja keuangan pada dua periode tersebut, untuk menjelaskan sebab-sebab kinerja membaik atau memburuk.


Prosedur Analisa Laporan Keuangan

1.      Memahami kegiatan perusahaan (nature bisnis). Pemahaman ini bisa dimulai dengan mempelajari laporan keuangan untuk memperoleh gambaran umum antara lain: besar perusahaan, produk yang dijual/dihasilkan. Lebih baik lagi jika bisa diperoleh laporan keuangan tahun sebelumnya dan angka rata-rata industri sebagai bahan pembanding.

2.      Input data-data laporan keuangan ke dalam spreadsheet model Dupont. Bandingkan ROE perusahaan dengan rata-rata industri, dan upayakan mencari sebab-sebab kinerja perusahaan berbeda dengan rata-rata industri, atau mengandung trend menurun. ROE naik kalau DER naik (total modal turun) atau ROA meningkat.

3.      Perubahan DER menyangkut kebijakan hutang dan perubahan ROA menyangkut efektivitas pengelolaan aktiva. Hutang dapat diteliti lebih lanjut pada perkembangan pos hutang misalnya hutang dagang, kredit investasi, modal kerja dan sebagainya. Bandingkkan dengan rata-rata industri atau data tahun lalu.

4.      ROA naik atau turun tergantung dari perubahan profitabilitas dan perputaran. Apakah perusahaan mempunya masalah dalam profitabilitas atau mempunyai masalah manajemen aktiva, atau keduanya.

5.      Profitabilitas menyangkut profit margin, yang selanjutnya tergantung dari laba dan penjualan, harga jual dan harga pokok penjualan, biaya operasi dan lain sebagainya.

6.      Manajemen aktiva menyangkut perputaran aktiva (total asset turn over), dimana unsur-unsurnya bisa diteliti lebih lanjut seperti misalnya perputaran piutang, perputaran persediaan, perputaran aktiva tetapdan sebagainuya.

7.      Analisa likuiditas perusahaan dengan menggunakan current ratio dan quick ratio. Lihat trendnya dan bandingkan dengan rata-rata industri.

8.      Interpretasikan analisa yang sudah dilakukan, susun uraian permasalahan sehingga jelas penyebab timbulnya masalah dan cara mengatasinya, maupun pembawa keberhasilan perusahaan untuk dapat dipertahankan dan ditingkatkan keberhasilannya. Uraian mencakup kondisi keuangan, kinerja, tingkat profitabilitas, manajemen aktiva, manajemen hutang, dana analisa likuiditas.


Materi Tambahan: Prinsip-Prinsip Pembiayaan Yang Sehat

Karena analisa laporan keuangan bagian dari analisa pembiayaan bank maka akan diperkenalkan juga prinsip-prinsip pembiayaan yang sehat.

Tujuan pemberian pembiayaan bagi bank adalah untuk memperoleh keuntungan (margin/bagi hasil) dan memperoleh kembali pokok pembiayaan yang diberikan. Oleh karena itu prinsip-prinsip pembiayaan yang sehat harus memberikan penekanan analisa pada kemampuan nasabah untuk mencicil atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.

Ada 4 (empat) prinsip utama dalam analisa pembiayaan sehat, yaitu:
1.       Tujuan Pembiayaan (Purpose)
2.       Jumlah Pembiayaan (Amount)
3.       Sumber Pengembalian (Repayment)
4.       Jangka Waktu Pembiayaan (Term)

Prinsip-prinsip pembiayaan tersebut sering disingkat “PART”

1.      Tujuan Pembiayaan (Purpose)
Pembiayaan bermasalah umumnya bermula karena tidak jelasnya tujuan pembiayaan, sehingga terjadi penyalahgunaan dana atau pembiayaan yang diberikan tidak digunakan untuk tujuan yang sebenarnya (side streaming). Jika terjadi side streaming berarti seluruh resiko yang terjadi sama sekali  belum diperhitungkan, padahal konsep dasar yang benar adalah bank hanya mengambil resiko yang diperhitungkan (take only calculate risks).

Pada dasarnya ada 2 (dua) jenis kebutuhan pembiayaan yaitu Modal Kerja dan Investasi. Untuk modal kerja, ada 2 (dua) jenis kebutuhan :
1.          Kebutuhan Modal kerja yang muncul bersifat musiman (seasonal). Siklus musiman biasanya terjadi pada usaha-usaha yang permintaan produknya meningkat pada musim-musim tertentu, misalnya pada saat lebaran, natal dan tahun baru. Pembiayaan Bank pada masa-masa ini sangat dibutuhkan oleh nasabah untuk membeli persediaan dalam jumlah lebih banyak dan membiayai piutang dagang yang biasanya juga meningkat. 
2.          Kebutuhan modal kerja yang bersifat permanen. Untuk siklus yang bersifat pemanen, biasanya terjadi pada usaha yang senantiasa membutuhkan diversifikasi produk, ekspansi usaha atau perubahan strategi pemasaran. Key pointnya adalah peningkatan penjualan yang konsisten (adanya pertumbuhan).

Sedangkan untuk investasi, ada 3 (tiga) jenis kebutuhan yaitu (1) peningkatan volume produksi (2) diversifikasi usaha (3) peremajaan aktiva tetap (fixed asset).

Jika analis telah dapat mengidentifikasi secara jelas tujuan pembiayaan calon nasabah, maka  arah analisa akan lebih jelas.

2.      Jumlah Pembiayaan (Amount)
Penetapan jumlah pembiayaan harus konsisten dengan tujuan pembiayaan yang diberikan. Besaran yang diberikan harus realistis, tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembiayaan. Terutama untuk perhitungan pembiayaan modal kerja, bila jumlah pembiayaan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan modal kerja yang sebenarnya akan berakibat pada 2 hal yaitu : bila terjadi kekurangan dapat mengakibatkan rencana usaha nasabah tidak berjalan atau kurang optimal, sedangkan bila terjadi kelebihan jumlah pembiayaan akan mengakibatkan side streaming sehingga nantinya dapat mengganggu kelancaran pengembalian pembiayaan nasabah.

3.      Sumber Pengembalian (Repayment)
Analisa sumber pengembalian merupakan dasar dalam menentukan kelayakan pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan harus didasari oleh suatu keyakinan akan adanya sumber pengembalian yang dapat diharapkan dan diamankan sehingga kepentingan bank senantiasa terlindungi. Sumber pengembalian pembiayaan pada dasarnya harus berasal dari investasi atau penggunaan dana yang diberikan oleh bank kepada nasabah.

4.      Jangka Waktu Pembiayaan (Term)
Penetapan jangka waktu pembiayaan harus disesuaikan dengan tujuan pembiayaan dan pola arus kas dari usaha nasabah. Jangka waktu pembiayaan yang diberikan Bank dapat dikelompokkan menjadi jangka pendek (short term), jangka menengah (medium term) dan jangka panjang (long term).

Dari keempat prinsip pembiayaan diatas, dikembangkanlah suatu logika pembiayaan yang sehat (lending rationale). Bahwa setiap tujuan penggunaan pembiayaan harus selalu dikaitkan dengan jenis aktiva yang dibiayai.

           
  
     




     







Ada 3 jenis aktiva yang dapat dibiayai yaitu aktiva tetap (fixed asset), aktiva lancar permanen (permanent current asset), dan aktiva lancar fluktuatif (fluktuatif current asset).
















Dari tiga jenis aktiva tersebut diletakkan 3 dasar pemikiran dalam memberikan pembiayaan (Leanding Rationales) yaitu:

1.          Asset Conversion Lending.
Dasar pemikiran ini dipakai bila bank membiayai kebutuhan jangka pendek yang sifatnya sementara. Sesuai namanya, ini dipakai untuk membiayai Asset/Cash Conversion Cycle (Siklus Konversi Asset/Kas). Jenis aktiva yang dibiayai adalah Fluktuative Current Asset.
Bila bank memberikan pembiayaan dengan pemikian Asset Conversion  Lending, bank ingin agar seluruh pokok pembiayaan dilunasi pada akhir periode. Sumber pengembalian (Source of Repayment) pinjaman berasal dari terselesaikannya siklus konversi tersebut (completion of asset conversion cycle).
Dengan perkataan lain, pada asset conversion lending, kita memberikan Self Liquidating Loan, yaitu pinjaman yang akan lunas dengan sendirinya seiring dengan selesainya suatu siklus atau persyaratan tertentu.

2.          Asset Protection Lending.
Dalam pemberian pembiayaan berdasarkan pemikiran ini, bank tidak mengharapkan pokok pembiayaan akan lunas di akhir periode. Hal itu karena dalam Asset Protection Lending kita membiayai Permanent Current Asset. Pinjaman ini bersifat revolving yang mungkin dapat menjadi evergreen loan (pinjaman yang terus-menerus). Pemikian ini mengikuti prinsip akuntansi going concern yaitu suatu bisnis akan terus berlangsung.
Sumber pengembalian pinjaman ini (Source of Repayment) berasal dari penurunan tingkat Permanent Current Asset. Hal tersebut umumnya berarti penurunan pada tingkat penjualan, karena seperti yang telah dibahas, beberapa pos terbesar dari Aktiva Lancar umumnya dalah Variable Asset yang memiliki korelasi positif dengan tingkat penjualan, seperti persediaan barang dan piutang dagang. Sumber pelunasan yang lain tentu saja berasal dari dana segar pimilik bisnis, misalnya dengan penyetoran modal tambahan yang merupakan dana segar untuk perusahaan (bisnis).
Dalam pemberian pinjaman ini, sejauh debitor dapat memenuhi pembayaran kewajiban (bagi hasil) dengan teratur, hal tersebut telah mencukupi. Kita tidak perlu memusingkan pengembalian pokoknya.

3.          Cashflow Lending.
Adalah fasilitas jangka menengah dan jangka panjang untuk membiayai modal kerja permanen dan aktifitas investasi nasabah. Peningkatan modal kerja permanen biasanya merupakan akibat dari kegiatan investasi nasabah. Penambahan fixed asset atau adanya aktifitas capital expenditure  (biaya modal) biasanya didasari dengan rencana peningkatan volume penjualan atau ekspansi usaha.
Kemampuan perusahaan menghasilkan profit menjadi ukuran utama dalam menilai kelayakan rencana nasabah. Profit yang dihasilkan harus dianalisa berdasarkan data historis dan juga diproyeksikan di masa mendatang.
Proteksi bagi bank adalah bial ada kestabilan profit yang dihasilkan selama masa pembiayaan. Sedangkan pengembalian fasilitas ini harus disesuaikan dengan kemampuan arus kas nasabah (financing payment).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar